Aku takut berkawan
Takut di tahan
Aku takut berteman
Takut di sia-siakan
Belajar sendirian
Agar tak terasingkan
Tak ingin di hiraukan
Jadi biarkan aku bersama kedamaian
-mia-
Aku takut berkawan
Takut di tahan
Aku takut berteman
Takut di sia-siakan
Belajar sendirian
Agar tak terasingkan
Tak ingin di hiraukan
Jadi biarkan aku bersama kedamaian
-mia-
Mata kita saling menatap
Dan tubuh kita seakan terikat
Mulut kita tak saling berucap
Tapi hati kita selalu mengecap
Seakan bisu membelenggu
Namun hati yang berusaha menyatu
Tidak saling berterus terang
Tapi merapal doa dengan tenang
Mencoba berkata jujur
Lalu halangan berseluncur
Pedih disini ada rasa tertahan
Tapi biarlah sembunyi bak tahanan
Jika benar adanya kita saling cinta
Biarlah mata hati yang bicara
Hingga tiba waktu bersama-sama
Selamanya
-mia-
Wanita berpikir dengan rasa
Tidak gunakan logika
Karenanya selalu tak enak hati
Bukan hal berhalusinasi
Tapi takut menyakiti
Tak pernah berimaji
Karena rasa terpaut diri
Berharap melawan dengan berani
Setelah terucap ciut nyali
Itu sebab harus di lindungi lelaki
Agar mampu beri nyaman lubuk hati
Semoga lelaki baik yang menghampiri
Agar merasa enggan tuk melukai
Tak pernah takut kulit berdarah
Hanya takut tahan amarah
Bukan luapan fisik yang terjadi
Alih-alih tangisan yang menjadi-jadi
Ketika hatinya terkulai
Sulit sekali tuk melerai
Karena bagi seorang wanita
Hati yang paling mulia
Oleh karena nya selalu dijaga
Sebab belum ada obatnya
-mia-
Kala hujan merintih
Gemercik air tertatih
Satu hal dengan perasaan
Hanya bisa mengalir dan terlontar
Namun rasa ini beda
Aku sangat ingin dicinta
Tapi tak mampu di kata
Akhirnya ku hanya bisa lantunkan cerita
Lewat beribu doa
YaAllah.. Rasa ini untuk dia
Semakin melupa malah semakin terasa
Hanya mampu terungkap oleh doa
Biarlah dilema melanda
Asal halal sampai tiba
Tak mampu merengkuh dirinya
Hanya mampu memeluk lewat doa
Semoga saja dia merasa
Kemudian teguhkan rasa
Lalu lamaran pun tiba
Ya begitu lah, hanya bisa berdoa
Hahaha hayalan yang tertunda
Amin kan saja
Boleh jadi terlaksana
-mia-
Hanya mampu aku tuliskan
Hati dan perasaan yang tertekan
Ku ukir dengan tinta hitam
Agar dapat sedikit hilang segala kelam
Bimbang, saat hati di melayang
Perlahan tinta menembus kertas tipis
Robekkan luka di ambang kehancuran
Sedikit remasan buat banyak luka kusut
Terbuang dan kemudian menyusut
JENUH! BENCI!
segalanya bercampur duri
Peluh, darah, hingga nanah
Menjijikan!!
Sekedar membasuh saja tak mampu
Apalagi harus merengkuh
Kau jauh! Aku tak sanggup untuk itu
Tapi hati terus berteriak
Aku ingin bersamamu
Namun seketika lidah kelu
Tak ingin berseteru
Dan kemudian hapuskan bahagia yang semu
-mia-
Luapan yang ku tahan
Sedikitpun tak ku curahkan
Tak sanggup ku lontarkan
Hanya mampu hiasi pipi dengan bulir suci
Perasaan selalu ku sembunyikan
Sulit aku jauhkan
Segala caci, maki, bahkan benci
Selalu ku telan sebisa ku bertahan
Titik jenuh, disini kacau riuh
Aku simpan rasa ku rapat-rapat
Agar aku bisa mengumpat
Hindari jeratan asmara berapi
Ku rasa benci dan ingin mencaci
Tapi hati ini semakin tertunduk menghormati
Tidak, tidak
Bukan aku lemah!
Hanya saja hati memaksa
Tuk tetap diam dan bungkam
Karena diri ini lebih anggun bersenandung
Hati ini lebih berkilau dan elegan
Tidak termangun dan menyandung
Tak mengigau dan sakiti kawan
Karena itu sungguh menyakitkan
-mia-
Kau terlihat menawan
Namun kau harus ku hiraukan
Wajahmu menarik
Tapi sayangnya ku sudah tak tertarik
Kau bengis bak pengemis
Kau licik seperti api yang gemercik
Rupamu dalam cermin sangat mendayu
Tapi bayanganmu semu
Kau tersenyum pandai
Namun didalamnya menyeringai
Mulutmu tipis tapi sadis bak pisau pengiris
Tajam dan menghujam
Cermin yang menjelaskan
Hatimu tak secantik rupa yang kau tunjukkan
-mia-
Berjanjilah untuk tetap berupaya
Kejar mimpi kala fajar bersemi
Tak apa kau menderita hari ini
Demi kejayaan esok hari
Karena rintihan asa mu kini
Kan berubah jadi bahagia kemudian hari
Teruslah berjuang, sayang
Bukan untuk diriku
Tapi bagi dirimu sendiri
Kerahkan ambisi tuk cita yang mulia
Tak lupa doa terhadap Tuhan yang Esa
Jangan khawatirkan diriku, sayangku!
Aku pun kan selalu doakanmu
Walau aku tak tahu siapa akhirku
Tapi kau tetap ada dalam doaku
-mia-
Jumpa sebait yang sulit di sampaikan
Hanya perasaan yang bisa di simpan
Memperhatikan tanpa menunjukkan
Kelembutan yang tampak mengasyikkan
Hanya ada pada diri sang hawa
Tak mudah lupakan cacian
Karena gunakan perasaan
Meratap seorang pangeran menawan
Yang tampak sedikit menyeramkan
Dirinya sangatlah rupawan
Namun terlalu menutup rapat keindahan
Sampai pun peluh menetes
Hanya sang hawa
Hanya sang hawa
Hanya sang hawa yang mampu lihat pesonanya
-mia-
Kau tak pernah tahu arti tatapannya
Namun kau lebih tak tahu apa yang dirasakan hatinya
Karena terkadang dirinya sangat pandai
Sembunyikan rasa yang sungguhan ada
Lidah mudah mengecap
Namun terkadang hati menolak
Tatap dan rasa sering kali beda
Tapi mata yang jawab kebenarannya
Mulutnya amat tajam dan menghujam
Tapi hatinya lembut dan membuat kalut
Itulah sebabnya sulit artikan tatapan dan tindakan.
-mia
Kita tak dipertemukan dalam akad
Tidak berjanji dalam ijab
Kita hanya bersatu dalam dimensi ruang dan waktu
Kita berjumpa pada satu masa dengan ribuan makna
Aku tak pernah tahu mengapa?
Yang aku tahu, takdir yang meminta
Sebenarnya disekolah tercinta, kita hanyalah tamu
Yang bertujuan menuntut ilmu
Namun bagaimana bisa kita layaknya tuan rumah
Yang melakukan segala hal dengan tak payah
-mia-
Ketika tangan ini terangkat
Hati dan jiwa sejenak mengikat
Sungguhan ingin berkat Sang Kuasa
Tetap terpejam namun bergumam
Tak ayal rasa pedih iris nurani
Tuhan, ijabah permintaanku
Enyah gundah dalam benakku
Sangat damai ku rasa pilu
Tatkala kening bersimbah sujud padaMu
Jangan goyahkan hati ku
Teguhkan asa dan pribadi diriku
Karena kini
Aku merasa tentram di relung hati
Sebab cintamu tak pudarkan imani
-mia-
Rasa yang selalu ku tahan hingga kini
Tak lepaskan rindu yang dinikmati
Selalu menginginkan tiba sang mentari
Basuhkan gelap efek malam hari
Ingin bersatu
Namun tak kunjung bertemu
Disini dan saat ini
Aku rindukan pelukan hangat
Jalan setapak yang mengiringi
Langkah gontai yang merantai
Ku harapkan segera dipertemukan
Dalam kehangatan fajar
Jarak yang membentang
Membuatku mengerti arti kerinduan
Untuk sekarang aku tak bisa berkutik
Layaknya benda halus menggelitik
Hanya doa yang ku yakini
Akan mengiring rasa rindu kepada pujaan hati
-mia-
Bukannnya aku tak mau bercerita
Tapi cukuplah saja
Agar aku tak menderita
aku hanya takut kau salah sangka
Padahal rasaku ini benar adanya
aku takut hati hancur karena berbaur
Tak mampu lewati duri yang berapi
Biarkanlah aku yang merahasiakannya
Menutup rapat-rapat cinta sang senja
-mia-
Aku diam namun memperhatikan
Gundah ketika melihat matanya
Lidah kelu tatkala berucap
Dia, dia yang selalu aku perhatikan
Ingin sekali menjadi orang yang dinantikan
Ah!! Tapi rasanya itu tak akan
Aku gundah, sangat resah
Ingin mengatakan, namun tertahan
Sssstt... Baiklah aku akan berbisik
Aku mengaguminya
Tapi biar saja lah
Biarkan tuhan mengatur semua..
-mia-
Ketika mataku terpejam
Aku menatap langit yang menghitam
Alunan melodi yang berderu
Beradu dengan seruan kebahagiaan
Sedih, canda, suka, dan duka
Semua ada bersama datangnya raga
Kegundahan yang mendekat
Ditampis dengan rengkuhan yang mengikat
Bersama wujudkan mimpi
Dalam sebuah angan yang berapi-api
Pelukan hangat sang sahabat
Jadikan pelita jiwa yang hebat
Ketika jenuh tiba di pelupuk mata
Mereka mendekat membawa seikat mawar hitam
Pasti aku rindukan segala bahagia dan kelam
Tak usai sampai disini
Karena masa ini akan senantiasa bersemi
Bagai bibit rindu yang selalu tumbuh dalam hati
Kelak kita menantikan masa ini
Tapi mungkinkah kita akan kembali?
Bersama dalam waktu lama
Hadapi kisah klasik masa SMA
Bertemu sekata bernama cinta
Jumpa sekalimat bernama sahabat
Ingin terbebas dari aturan menakutkan
Namun tetap menikmati alur ketetapan
Ku pikirkan ini masa membosankan
Tapi ternyata sangat mengesankan
Dan ku semogakan kita dipertemukan dalam satu keberhasilan.
-mia-
Mungkinkah aku terjerat dalam angan?
Padahal aku tetap disini
Tak pernah kemana-mana
Aku ingin menyimak namun rasaku menyuak
Raga ini terbelenggu dalam asa yang kelabu
Aku mendekatimu namun dia bersamamu
Aku berdiam tak bergeming
Bagai malam yang suram
Aku berdamai dengan impian
Menginginkan pagi yang menyilaukan hujan
Rasaku tak kemana-mana
Tapi ragamu yang pergi entah kemana
-mia-
Bagaimana mungkin aku terjebak disini
Busuk, sepi, kotor, lembab, tak berudara
Bagaikan mati kelaparan karena kotoran
Sungguh menohok hingga ujung hidung
Aroma tak harum pun melilit tubuh
Aku ini manusia, bukan binatang liar
Aku tak mampu tertahan dalam angan
Enyahkan lah semua ini
Robohkan saja dinding-dindingnya
Aura misteri menyelimuti hati
Jadikan pikiran dan emosi menari-nari
Hahaha.. Jangan jadikan aku iblis keji
Aku ingin berusaha, perlahan harus bisa
Jadikan gedung tua sebagai istana surga
Agar mimpi dalam tidurku selalu terjaga...
-mia-
Dalam selembar kertas aku mencoba
Meneteskan tinta harap dan asa
Goresan kegundahan
Coretan kebahagiaan
Bahkan robekan amarah yang berapi
Aku tak pernah bosan menuliskan
Walau nanar dirasakan
Dalam selembar kertas aku mampu.
Meredam emosi yang menggebu
Menahan ambisi yang melaju
Dan melukiskan kebahagiaan yang bersatu padu.
Ketika mereka tak lagi menggandeng tanganku
Aku tahu kau selalu menemaniku
Saat mereka meninggalkanku
Aku sangat tahu bahwa kau akan selalu disisiku.
Dirimu memang bungkam
Tapi aku rasa kau membuatku tentram.
-mia-
Tetap berdiam tak bergeming
Apa kau yakin jika di beri iming-iming?
Untuk apa mempercayakan dirinya
Hmm, sangat berbisa
Bagai ular yang mencari mangsa
Jangan mudah terpedaya
Itu hanya ilusi mulut saja
Teguhkan pendirianmu
Jangan terpengaruh desisannya
Bisa saja dirinya berkhianat
Tanpa kau sadari, kau sudah terjebak dalam perangainya.
Tapi lihat saja, pasti dia kena laknat.
-mia-